The City Tower Lt.12 Unit N1

+62.21-5021 9720

SEPENTING APAKAH KOMPETENSI RELATIF DALAM PENGAJUAN GUGATAN ATAU PERMOHONAN?

Oleh: Herjuno Wahyu Aji dan Nuryaqien Suzikrie

Dalam dunia hukum, istilah “Kompetensi Pengadilan” merujuk pada kewenangan lembaga peradilan untuk mengadili suatu perkara. Kompetensi ini dibagi menjadi dua jenis, Kompetensi Absolut dan Kompetensi Relatif. Kompetensi Absolut berfokus pada jenis perkara yang diadili. Sedangkan Kompetensi Relatif lebih fokus pada wilayah hukumnya.
Artikel ini akan mengupas tuntas apa itu Kompetensi Relatif. Mengapa hal ini sangat penting? Apa dasar hukumnya dan bagaimana penerapannya dalam kasus sehari-hari?

Apa itu Kompetensi Relatif Pengadilan?
Kompetensi relatif adalah kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan memutuskan perkara berdasarkan cakupan wilayah hukumnya. Setiap pengadilan, mulai dari tingkat pertama (Pengadilan Negeri) hingga tingkat banding (Pengadilan Tinggi), memiliki batasan geografis yang jelas.

  • Pengadilan Negeri: Wilayah hukumnya mencakup kabupaten atau kota tempat pengadilan tersebut berkedudukan.
  • Pengadilan Tinggi: Wilayah hukumnya mencakup satu provinsi, dan bertugas memeriksa perkara Tingkat banding dari Pengadilan Negeri di provinsinya.

Kompetensi Relatif perlu menjadi perhatian bagi yang akan sedang berperkara agar pengajuan permohonan atau gugatannya dapat diterima oleh Pengadilan dan segera dilaksanakan sidang pemeriksaannya.

Prinsip-prinsip Kompetensi Relatif meliputi asas actor requitur forum rei; asas forum rei sitae; dan asas pilihan domisili (choice of forum). Prinsip-prinsip tersebut termuat dalam Pasal 118 HIR dan Pasal 142 RBg. 

Menurut asas actor requitur forum rei (Penggugat mengikuti tempat tinggal Tergugat), gugatan harus diajukan ke Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal Tergugat. Jika Tergugat lebih dari, Penggugat dapat memilih salah satu Pengadian Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal salah satu Tergugat.

Asas forum rei sitae berlaku untuk perkara yang objeknya adalah benda tidak bergerak, seperti tanah atau bangunan. Dalam hal ini gugatatn diajukan ke Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat lokasi benda tak bergerak tersebut.

Adapun asas pilihan domisili (choice of forum) adalah pengadilan yang dipilih oleh para pihak yang telah menyepakati suatu perjanjian dalam hal terjadi sengketa di antara mereka.

Pasal 66 ayat (2) UU Nomor 7/1989 juga mengatur perihal Kompetensi Relatif Pengadilan Agama. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa Permohonan cerai talak diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon.


Putusan Pengadilan Nomor 1673/Pdt.G/2025/PA.Tgrs dapat menjadi salah satu referensi terkait penerapan Kompetensi Relatif Pengadilan. Dalam perkara tersebut Pemohon mengajukan Permohonan Cerai Talak ke Pengadilan Tigaraksa. Adapun domisili Pemohon pada saat permohonan diajukan berbeda dengan domisi Termohon, walaupun keduanya masih beralamat yang sama sesuai KTP. Selain itu, Pengadilan Agama Tigaraksa tidak membawahi juridiksi domisili Termohon. 

Majelis Hakim dalam putusannya telah mengabulkan eksepsi Termohon dan menyatakan Pengadilan Agama Tigaraksa tidak berwenang mengadili Perkara Nomor 1673/Pdt.G/2025/PA.Tgrs. 

Berdasarkan Putusan PA Tigaraksa dapat disimpulkan dua hal. Pertama, pengajuan permohonan cerai talak harus diajukan ke Pengadilan yang membawahi juridiksi domisili (tempat kediaman) Termohon. Kedua, yang dimaksud dengan domisili (tempat kediaman) Termohon adalah lokasi Termohon bertempat tinggal dan melakukan kegiatan sehari-hari, meskipun berbeda dengan tempat kediaman yang tercantum dalam KTP.


Berita Terkait